Pemikiran
dan Sistem Pendidikan Islam
Masa
Rasulullah
Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
"Pemikiran
Pendidikan Islam"
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses
pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya manusia di bumi. Sumber utama pendidikan
Islam yaitu Allah swt. melalui firman-firmannya yang terdapat dalam kitab suci umat
Islam yaitu Alquran. Sumber yang kedua ialah sunnah Nabi Muhammad saw..
Proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia bermula sejak Nabi Muhmmad
saw. menyampaikan ajaran Allah kepada
umatnya yang mana dari beliaulah awal mula timbulnya sejarah pendidikan Islam,
Oleh sebab itu beliau menjadi tauladan yang harus diikuti.
Pada masa kenabian Muhammad saw. akan
dijumpai bagaimana perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam dan
berdakwah guna meluruskan nilai-nilai moral pada masa itu hingga saat ini kita
bisa merasakan nikmatnya Islam. Sejarah pendidikan Islam sangat perlu
dipelajari oleh umat islam, terutama bagi kalangan mahasiswa, calon guru agama
Islam dan pengelola pendidikan Islam, karena dengan mengetahui sejarah
tersebut diharapkan dapat menumbuhkembangkan wawasan generasi mendatang di
dalam pengetahuan sejarah tersebut.
Dalam hal ini, akan dikemukakan pemikiran pendidikan
Islam pada masa Rasulullah , sistem pendidikan masa Rasulullah pada dua fase,
yakni fase Mekah dan fase Madinah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Pemikiran pendidikan Islam zaman Rasulullah ?
2. Bagaimana perkembangan pendidikan Islam pada masa Rasulullah dari fase
Mekah dan fase Madinah ?
C. Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah diatas sebagai berikut :
1) Mahasiswa dituntut untuk mengetahui pemikiran pendidikan Islam masa
Rasulullah.
2) Mahasiswa dapat memahami sistem pendidikan masa Rasulullah baik dari fase
Mekah ataupun Fase Madinah
II. PEMBAHASAN
A. Biografi Nabi Muhammad saw.
Rasulullah saw. dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul awal tahun gajah,
bertepatan pada tanggal 20 April 571 M. Nabi Muhammad saw. lahir dari keluarga
miskin secara materi namun berdarah ningrat dan terhormat.[1]
Ayah Nabi muhammad bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abd
Manaf bin Qushay bin Kilab Abullah telah wafat sebelum Nabi Muhammad saw.
dilahirkan, sehingga sang kakek , Abdul Muthallib menjadi penanggung
jawabnya. Ketika kakek beliau wafat, maka yang menjadi penanggung jawab adalah
paman beliau yaitu Abu Thalib.
Kemudian beliau disusui oleh seorang perempuan dusun yang bernama Halimah.
. Ibunda Rasullullah bernama Aminah, wafat saat beliau berumur 6
tahun.
Ketika Nabi Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa,
ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya
dalam berdagang. Perdagangan
menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang
stabil. Nabi Muhammad menikah pada usia 25 tahun dengan seorang janda yaitu
Khadijah yang berusia 40 tahun.
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, beliau ikut bersama kaum Quraisy dalam
perbaikan Ka'bah. Pada saat
pemimpin-pemimpin suku Quraisy berdebat tentang siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Muhammad
dapat menyelesaikan masalah tersebut dan memberikan penyelesaian adil. Saat itu
ia dikenal di kalangan suku-suku Arab karena sifat-sifatnya yang terpuji.
Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin
yang artinya "orang yang dapat dipercaya".[2] Kemudian dalam kehidupan Beliau juga
menghindari semua kejahatan yang sudah membudaya di kalangan bangsa Arab pada
masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq
yang berarti "yang benar". Nabi Muhammad adalah orang yang percaya
sepenuhnya dengan keesaan Tuhan. Ia
hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat tamak, angkuh dan
sombong yang lazim di kalangan bangsa Arab saat itu. Ia dikenal menyayangi
orang-orang miskin, janda-janda
tak mampu dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha
menolong mereka.
B. Pemikiran Pendidikan Islam Masa Rasulullah
Pemikiran pendidikan pada periode awal dalam sejarah
islam ini terwujud dalam ayat-ayat Alqur’an dan Hadits Rasulullah saw. ketika
beliau berbicara dengan sahabatnya dan mengajak manusia percaya kepada Allah
swt. dan meninggalkan penyembahan berhala.
Pemikiran
pendidikan yang terwujud pada dua sumber utama pendidikan islam ini bukanlah
pemikiran pendidikan yang benar-benar seperti yang dipahami dalam
pemikiran pendidikan modern, tetapi pemikiran yang bercampur dengan
pemikiran politik, ekonomi, social, sejarah dan peradaban, yang keseluruhanya membentuk
kerangka umum ideologi islam.[3]
Dengan kata lain, pemikiran pendidikan islam dilihat dari
segi Alqur’an dan Sunnah, tidaklah muncul sebagai pemikiran pendidikan
yang terputus, tetapi suatu pemikiran yang hidup dan dinamis, berada dalam
kerangka paradigma umum bagi masyarakat seperti yang dikehendaki oleh Islam.
Rasulullah
saw. dalam segala kata-kata yang
diucapkannya, segala tingkah laku yang disebutnya dan segala sikap yang
diambilnya merupakan gambaran hidup terhadap pemikiran pendidikan islam ini.
Ketika Siti Aisyah r.a ditanya tentang akhlak Rasulullah saw. beliau mengatakan : “ Akhlaknya
adalah Alqur’an.
Kemudian beliaulah guru teragung, beliau sendiri juga lulusan Illahiyah di Gua
hira yang telah meletakkan garis-garis besar pemikiran pendidikan ini dalam Alqur’an”.[4]
C. Sistem Pendidikan Islam Pada Fasa Mekah dan Fase Madinah
1) Fase Mekah
Nabi Muhammad saw. menerima wahyu yang pertama dari Allah
sebagai petunjuk atau intruksi kepada beliau untuk melaksanakan tugasnya pada
saat beliau berusia 40 tahun yaitu tanggal 17 Ramadhan tahun 13 sebelum hijriyah
(6 Agustus 610 M).[5]
Wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantara
malaikat Jibril di Gua Hira yaitu surah Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi :
Artinya :
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu
yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan
perantaraan Qalam. Dia (Allah) mengajarkan manusia apa yang tidak diketahui”.[6]
Dengan turunnya wahyu tersebut, Rasulullah saw. mulai
membimbing dan membimbing umatnya. Pada mulanya beliau melakukan nya secara
diam-diam di lingkungan sendiri dan dikalangan rekan-rekannya. Nabi Muhammad
saw. telah mendidik secara bertahap. Mulai dengan keluarga dekatnya.mula-mula
diajaknya istri beliau yaitu Khadijah untuk beriman dan menerima
petunjuk-petunjuk Allah, kemudian diikuti anak angkatnya Ali bin Abi Thalib
(anak pamannya) dan Zaid bin Harisah (seorang pembantu rumah tangganya yang
diangkat menjadi anak angkat), kemudian ia mulai dengan seruannya kepada
shahabat karib seperti Abu Bakar yang segera menerima ajakan beliau.[7]
Sebagai seorang pedagang yang berpengaruh, Abu Bakar
berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya. Seperti, Zubeir ibn Awam,
‘Abdur-rahman bin ‘Auf, Sa’at bin Waqash, dan Thalhah ibn Ubaidillah. Mereka di
bawa Abu Bakar langsung kepada Nabi dan masuk Islam di hadapan Nabi sendiri. Mereka
itulah orang-orang yang disebut Assabiquna al awwaluna.
Dengan pembelajaran dan dakwah secara diam-diam ini,
belasan orang telah memeluk islam. Mereka juga diikuti pula oleh sebagian para
tokoh Quraisy. Sebagian lembaga pendidikan dan pusat kegiatan pendidikan Islam
yang pertama ada di era awal ini adalah, “dar (rumah) Arqam ibn Abi al-Arqam”.[8]
Rumah Arqam inilah yang merupakan lembaga pendidikan Islam pertama yang
diselenggarakan di kota Mekkah. Tetapi tentu saja rumah Arqam tidak bisa
dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam dalam arti yang sebenarnya, sebab
yang disebut sebagai lembaga tentunya keberadaannya telah mapan dan mantap
ditengah-tengah masyarakat. Sementara rumah Arqam hanyalah merupakan rumah
seorang sahabat yang bernama Al-Arqam ibn Abi al-arqam r.a yang digunakan oleh
Nabi saw. untuk menyampaikan dan mengajarkan agama kepada para pengikutnya
ketika situasinya tidak memungkinkan untuk menyampaikan risalah Islam di muka
umum. Bahkan ketika Nabi Muhammad saw. melakukan dakwahnya secara
terang-terangan, sesuai dengan perintah Allah, lembaga pendidikan dalam arti
formal belum tumbuh secara sempurna. Alasannya karena para pengikut Nabi yang
jumlahnya belum banyak ketika itu. Selain Rumah Arqam bin Abi Arqam, lembaga
pendidikan lainnya adalah Kuttab.
Secara umum, materi Alqur’an dan petuah-petuah Rasul itu
menerangkan tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada teologi dan
ibadah.[9]
Selain pelajaran tentang teologi dan Ibadah, Rasulullah juga mengajarkan
pendidikan Akhlak dan budi pekerti kepada umatnya. Kata-kata tauhid, ibadah,
dan akhlak belum menjadi nama mata pelajaran atau bidang studi. Adapun
materi-materi sains belum dijadikan mata pelajaran. Nabi ketika itu hanya
memberikan dorongan untuk memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuhan dan
alam raya.[10]
2) Fase Madinah
Hijrah
Nabi Muhammad saw. dari Mekah ke Madinah bukan hanya untuk berpindah dan menghindari
diri dari tekanan dan ancama kaum kafir Quraisy, tetapi kedatangan Nabi
Muhammad serta umatnya adalah untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan
dalam menghadapi tantangan lebih lanjut, sehingga terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar
kembali ketauhidan.
Pada periode di Madinah, tahun 622-632 M. Atau
tahun 1-11 H. Usaha pendidikan Nabi pertama adalah membangun “institusi”
masjid. Melalui pendidikan masjid ini, nabi memberikan pengajaran dan
pendidikan Islam.[11]
Secara umum, materi pendidikan meliputi empat bidang, yakni : pendidikan agama,
pendidikan akhlak, pendidikan kesehatan Jasmani, dan pengetahuan yang berkaitan
dengan kemasyarakatan.
Di dalam periode
Makkah ciri pokok pembinaan pendidikan islam adalah pendidikan tauhid, maka
pada periode madinah ini ciri pokok pembinaan pendidikan islam dapat dikatakan
sebagai pendidikan sosial dan politik. Tetapi sebenarnya antara dua ciri
tersebut bukanlah merupakan dua hal yang dipisahkan satu dengan yang lain. Kalau
pembinaan pendidikan di Makkah titik pokoknya adalah menanamkan nilai-nilai
tauhid kedalam jiwa tiap individu muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar
tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan di Madinah pada hakikatnya ialah
merupakan lanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pembinaan di bidang
pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga
akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cermin dan pantulan sinar
tauhid tersebut. Cara Nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan
agama islam di Madinah adalah sebagai berikut:
a. Pembentukan dan pembinaan
masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
Masalah pertama
yang di hadapi Nabi Muhammad saw.dan kaum
Muhajirin adalah tempat tinggal. Untuk sementara para kaum Muhajirin bisa
menginap dirumah-rumah kaum Anshor. Tetapi beliau sendiri memerlukan suatu
tempat khusus ditengah-tengah ummatnya sebagai pusat kegiatan, sekaligus
sebagai lambang persatuan dan kesatuan diantara kedua kelompok masyarakat yang
mempunyai latar belakang kehidupan yang berbeda.[12] Kemudian Nabi
memerintahkan untuk membangun masjid. Masjid itu telah menjadi pusat pendidikan
dan pengajaran.
Nabi Muhammad saw. mulai meletakkan dasar-dasar
terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern (ke dalam), dan keluar
diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai satu kesatuan politik).
Dasar-dasar tersebut adalah:
a)
Nabi Muhammad saw. mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertentangan antar
suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.
b)
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad
menganjurkan kepada kaum Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan
kemampuan dan pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah.
c)
Untuk menjalin kerjasama dan saling menolong, turunlah
syari’at zakat dan puasa yang merupakan pendidikan bagi warga masyarakat dalam
tanggung jawab sosial.
d)
Disyaria’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu
shalat jum’at yang dilaksanakan secara berjama’ah. Rasa memiliki kebanggaan
sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad saw.mendapat perkenan dari Allah untuk
memindahkan kiblat dalam shalat dari baitul Maqdis ke Baitul Haram di Makkah.
b. Pendidikan sosial politik dan
kewarganegaraan
Pelaksanaan pendidikan sosial politik dan
kewarganegaraan secara ringkas dapat di kemukakan sebagai berikut :
1) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan)
2) Pendidikan kesejahteraan sosial
3) Pendidikan kesejahteraan keluarga
dan kerabat
4) Pendidikan hankam[13]
c. Pendidikan anak dalam islam
Dalam islam,
anak merupakan pewaris ajaran islam yang dikembangkan oleh Nabi Muhammad saw. dan generasi
muda muslimlah yang akan melanjutkan misi menyampaikan islam ke seluruh penjuru
alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Alqur’an
berkaitan dengan itu.
Adapun
garis-garis besar materi pendidikan anak dalam islam yang dicontohkan oleh Nabi
Muhammad saw. sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah swt. dalam surat Luqman
ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
a) Pendidikan Tauhid
b) Pendidikan Shalat
c) Pendidikan adab sopan santun dalam
bermusyawarah
d) Sopan santun dalam keluarga
e) Pendidikan kepribadian
f) Pendidikan kesehatan
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pemikiran pendidikan
pada periode awal dalam sejarah Islam ini terwujud dalam ayat-ayat Alqur’an dan
Hadits Rasulullah saw. ketika beliau berbicara dengan sahabatnya dan mengajak manusia
percaya kepada Allah swt. dan meninggalkan penyembahan berhala.
Pendidikan Islam pertama pada fase mekah dilakukan Nabi Muhammad saw.
secara sembunyi-sembunyi dan kemudian secara terang-terangan. Nabi Muhammad
memberikan pendidikan mulai dari diri sendiri, kemudian istri beliau, sanak
saudara, keluarga serta sahabat-sahabat beliau. Lembaga pendidikan pertama di
Mekah adalah rumah dari sahabat Nabi yaitu Arqam bin Abi Arqam. Adapun yang
dipelajari yaitu Alqur’an, tauhid, Ibadah, dan Akhlak.
Hijrah Nabi Muhammad saw. dari Mekah
ke Madinah bukan hanya untuk berpindah
dan menghindari diri dari tekanan dan ancama kaum kafir Quraisy, tetapi
kedatangan Nabi Muhammad serta umatnya adalah untuk mengatur potensi dan
menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan lebih lanjut, sehingga
terbentuk masyarakat baru yang
didalamnya bersinar kembali ketauhidan. Pembinaan Pendidikan Islam meliputi :
1) Pembentukan dan pembinaan
masyarakat baru, menuju satu kesatuan sosial dan politik.
2) Pendidikan sosial politik dan
kewarganegaraan
3) Pendidikan anak dalam islam
B. Saran
Sebaiknya sebagai calon seorang guru, terutama guru
agama, hendaknya mengetahui dan mempelajari tentang pemikiran pendidikan Islam
Masa Rasulullah serta seistem pendidikannya sehingga dapat memberikan wawasan
pengetahuan sebagai bekal dalam menjadi seorang guru.
DAFTAR PUSTAKA
Arief ,Armai. Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, Bandung: Aksara, 2004.
Avivah, Aviani Nur. http://avianinuravivah.blogspot.com/2012/05/pemikiran-pendidikan-islam-masa.html , diakses tanggal 09-10-2013 : 19.30.
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam
1, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Kementrian Agama RI, Alqur’an dan
Terjemahannya, Jakarta: Sinergi Pustaka, 2012.
Langgulung,
Hasan. Asas-asas
Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992.
Ramayulis. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2011
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Kencana, 2009.
Susanto.
Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009
Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad , diakses tanggal 09-10-2013 : 21.00.
Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
[1] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, cet. 1,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2001), h. 137.
[2] Diambil Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad , diakses tanggal 09-10-2013 : 21.00.
[5]Aviani Nur Avivah, http://avianinuravivah.blogspot.com/2012/05/pemikiran-pendidikan-islam-masa.html , diakses tanggal 09-10-2013 : 19.30
[9] Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, cet.1 (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 9.
[10] Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan
Islam Klasik, cet. 1, (Bandung: Aksara, 2004), h. 136.
keren.......
BalasHapusjangan lupa mampir juga ke purnamuhammadirawan.blogspot.com
siip :)
BalasHapus